Meningkatkan Sikap Mandiri Anak: Strategi Pola Asuh Seorang Ibu Tunggal

DEPOKPOS – Keluarga adalah bagian pertama dan utama untuk seorang anak. Melalui keluarga, anak memperoleh dasar pembentukan perilaku, watak, moralitas dan pendidikannya untuk penyesuaian diri di kemudian hari. Dalam sebuah struktur keluarga setiap anggota keluarga, ayah, ibu, dan anak mempunyai peran masing-masing yang dapat melengkapi satu sama lain.

Kehadiran orang tua, ayah dan ibu, memiliki peran untuk keutuhan sebuah keluarga. Setiap keluarga memiliki gaya hidup keluarga dengan budaya yang berbeda, peran sebagai anggota keluarga dan juga metode pengasuhan yang berbeda. Orang tua memiliki peran penting dalam membesarkan, merawat, mengasuh, dan mengajarkan anak.

Kehidupan keluarga dan pengasuhan yang diberikan oleh keluarga untuk seorang anak, pada dasarnya akan mempengaruhi pola asuh bagi anak-anaknya. Setiap keluarga memiliki pola asuh yang berbeda-beda. Pola asuh meliputi sikap atau perilaku orang tua ketika berhadapan dengan anak-anaknya (Ulfah, M., Yanti, L., Adriani, P., & Soliyah, 2021).

Bacaan Lainnya

Pola asuh adalah pola interaksi antara anak dan orang tuanya yang mencakup tidak hanya pemenuhan kebutuhan fisik (makan, minum, berpakaian, dll)) tetapi juga norma-norma eksistensial yang diterapkan di masyarakat. agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungan.

Namun, tidak semua keluarga memiliki struktur yang utuh dan lengkap. Tak jarang terjadi terdapat suatu  keluarga dengan struktur keluarga yang tidak lengkap, misalnya, keluarga yang diasuh dengan ibu tunggal atau kian disapa sebagai single mother. Seorang ibu yang menjadi single mother dan menjalankan dua peran sekaligus tentu bukan hal yang mudah.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2017, persentase ibu tunggal di Indonesia sebesar 14,84%, sedangkan persentase ayah tunggal hanya sebesar 4,05% (Heri, M., Pratama, A. A., & Wijaya, 2022). Dalam menjalani peran sebagai single mother, tak jarang seorang ibu mendapatkan tekanan dan stress karena harus menjalani dua peran sekaligus, yaitu sebagai ayah dan ibu.

Seorang Ibu yang menjadi single parent cenderung mengalami stress karena belum mampu membagi waktunya untuk mengasuh anak dan bekerja. Menjadi seorang single mother tentunya memberi dampak pada aspek sosial, pendidikan, dan psikologis anak. Anak-anak yang diasuh oleh ibu tunggal tak jarang mendapatkan persepsi yang buruk dari orang-orang di sekitar mereka.

Meskipun terdapat beberapa aspek yang dapat memiliki dampak negatif pada anak akibat pola asuh yang diterapkan oleh orang tua tunggal. Penelitian di negara-negara maju menunjukkan bahwa perubahan dalam struktur keluarga dan peran dalam keluarga dapat menghasilkan dampak positif, seperti perkembangan kematangan, perilaku mandiri, dan kesadaran psikologis yang lebih tinggi pada anak daripada teman sebaya mereka (Wiludjeng, 2011).

Pola asuh yang diterapkan oleh single parent akan mengembangkan sikap kemandirian pada anak. Anak-anak yang diasuh oleh single parent cenderung memiliki kemandirian lebih tinggi (Sunarty, K., & Dirawan Darma, 2015).

Kemandirian adalah kemampuan atau keterampilan yang dimiliki seorang anak untuk melakukan sesuatu sendiri, termasuk kegiatan mandiri dan kegiatan sehari-hari, tanpa bergantung pada orang lain. Kemandirian merupakan sikap individu yang terakumulasi selama perkembangan, dimana individu akan terus belajar mandiri dalam menghadapi situasi lingkungan yang berbeda, sehingga pada akhirnya individu akan mampu berpikir dan bertindak secara mandiri.

Kemandirian merupakan aspek perkembangan pada setiap individu, bentuknya sangat beragam, sesuai dengan perkembangan dan proses belajar setiap orang (Rusmayadi & Herman, 2019).

Pola asuh ibu single parent memegang peranan krusial dalam pengembangan sikap mandiri anak, dan melalui penerapan strategi-strategi yang tepat, ibu single parent dapat membantu anak-anak mereka untuk menjadi mandiri dan tangguh dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan. Meskipun terdapat beberapa pola asuh yang berbeda dan masing-masing dapat mengembangkan sikap dan karakter anak, saya percaya bahwa ada pola asuh yang ampuh dalam mengembangkan sikap kemandirian pada anak.

Pola asuh merupakan kebiasaan yang sering diterapkan oleh para ayah dan ibu terhadap perkembangan anak, dapat diterapkan dalam berbagai bentuk pengasuhan anak, namun alangkah baiknya jika pola asuh keturunan akan disesuaikan dengan usia dan kemampuan anak yang melibatkan orang tua untuk mengasuh, membimbing, dan membesarkan anak-anaknya agar diterima di lingkungan atau masyarakat (Sonia, G., & Apsari, 2020). Pola asuh adalah sikap atau cara yang dilakukan orang tua dalam berhubungan atau berinteraksi dengan anak.

Terdapat tiga macam pola asuh menurut Hurlock, di antaranya yaitu, yang pertama adalah pola asuh permisif. Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua yang memberikan kebebasan kepada anak untuk melakukan aktivitasnya sendiri tanpa mempertanyakan sesuatu kepada anak.  Orang tua dengan tipe pola asuh ini sangat sedikit mengontrol anak dan jarang menghukumnya.

Pola asuh permisif sering kali tidak memberikan penjelasan sedikit pun tentang tuntutan dan disiplin. Anak-anak perlu mengatur perilaku mereka sendiri dan membuat keputusan untuk diri mereka sendiri. Orang tua yang menerapkan pola asuh permisif memberikan anak wewenang penuh tanpa menetapkan kewajiban dan tanggung jawab, kurang mengendalikan perilaku anak, berperan hanya sebagai penyedia fasilitas, dan memiliki kurang interaksi komunikatif dengan anak (Riati, 2016).

Dalam pengasuhan semacam ini, pertumbuhan kepribadian anak menjadi tidak terpandu, dan anak dapat mengalami kesulitan ketika dihadapkan pada larangan dalam lingkungannya. Namun, apabila anak mampu menggunakan kebebasannya dengan tanggung jawab, hal tersebut bisa menjadikannya pribadi yang mandiri, kreatif, dan mampu mewujudkan potensinya (Lestari, 2019).

Kemudian pola asuh otoriter. Pola asuh otoriter merujuk pada pola asuh di mana orang tua menetapkan aturan yang bersifat mutlak tanpa memberikan kesempatan bagi anak untuk menyatakan pendapatnya. Anak-anak yang tidak mematuhi aturan ini akan dihadapi dengan ancaman dan hukuman. Penggunaan pola asuh otoriter ini dapat mengakibatkan kehilangan kebebasan pada anak, mengurangi inisiatif dan aktivitasnya, sehingga anak cenderung kekurangan rasa percaya diri terhadap kemampuannya (Paramitha, 2018).

Terakhir yaitu pola asuh demokratis. Pola asuh demokratis merujuk pada pendekatan orang tua yang mengarah pada pembentukan kepribadian anak dengan memberikan prioritas pada kepentingan anak dan bersikap rasional dalam memberikan perlakuan kepada mereka. Pola asuh demokratis merupakan pendekatan pengasuhan yang memperhatikan dan menghargai kebebasan anak. Meskipun kebebasan itu tidak bersifat mutlak, orang tua memberikan panduan yang penuh pengertian kepada anak.

Dalam pola asuh ini, anak diberi kebebasan untuk menyampaikan pendapat mereka dan melakukan keinginan mereka, selama tetap mematuhi batas-batas atau aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh orang tua. Pola asuh demokratis memiliki potensi untuk memfasilitasi perkembangan kemampuan anak dalam mengatur perilakunya sendiri dengan norma-norma yang dapat diterima oleh masyarakat. Pendekatan ini mendorong anak agar dapat mandiri, bertanggung jawab, dan memiliki keyakinan pada diri sendiri (Fatchurahman, 2012).

Kemandirian tidak hanya dapat diartikan secara sempit, namun juga dapat dipahami secara luas merujuk pada pengalaman dan partisipasi anak dalam kegiatan sosial. Kemandirian merupakan kecakapan hidup berharga yang harus dikembangkan sejak dini. Ketika seseorang hidup sendiri, terutama dalam menjalankan tugas sehari-hari, ia dianggap mandiri (Ramananda, M. S., & Munir, 2023).

Kemandirian dapat dipahami sebagai kemampuan individu untuk membuat keputusan sendiri tentang kebutuhan atau kegiatannya sehari-hari. Kemandirian adalah kekuatan intrinsik seseorang yang dicapai melalui proses personalisasi. Kemandirian meliputi menghargai/pikiran untuk menjadi lebih baik dan percaya diri, mengelola pikiran untuk melihat masalah dan mengambil keputusan yang dapat ditindaklanjuti, disiplin, bertanggung jawab serta tidak menggantungkan diri pada orang lain (Ramananda, M. S., & Munir, 2023).

Pengambilan keputusan didasarkan pada: pemikiran rasional/logis, kepercayaan diri, tegas, empati, keluwesan, keterbukaan dan kerjasama, kemampuan memecahkan masalah dan bertanggung jawab. Mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian, yaitu: orang tua atau gen anak, pola asuh, sistem pendidikan yang didapatkan, lingkungan sosial.

Karakteristik perilaku mandiri adalah sebagai berikut: berani mengambil tindakan proaktif, kontrol diri atas aktivitas yang dilakukan, peningkatan kapasitas yang dimiliki. Jenis pola asuh, cara anak dibesarkan dan dididik akan mempengaruhi sejauh mana kemandirian anak berkembang (Sunarty, K., & Dirawan Darma, 2015). Oleh karena itu, setiap anak perlu dibantu atau diinstruksikan untuk menjadi mandiri sesuai dengan kemampuan dan tahap perkembangannya.

Seorang ibu yang berperan sebagai single parent cenderung menggunakan pola asuh jenis demokratis dan permisif untuk mendidik dan mengasuh anak mereka. Hal tersebut dikarenakan seorang ibu tetap ingin memberikan kebebasan pada anak-anak mereka, melatih kemandirian anak-anak mereka, namun tetap memberikan batasan yang sesuai untuk anak-anak mereka . Pola asuh demokratis yang dipilih oleh para ibu single parent akan melatih dan mengembangkan kemandirian pada anak karena dapat meningkatkan kemandirian anak dalam mengambil keputusan, karena perkataan dan tindakan orang tua (Daryanani, I., Hamilton, J. L., Abramson, L. Y., & Alloy, 2016).

Dampak dari pola asuh demokratis yaitu anak menjadi memandang diri sendiri dan anak memiliki peran yang sesuai, memberdayakan dan mendorong anak untuk melakukan aktivitasnya sendiri, berdialog, memberi dan menerima, mendengarkan keluhan, menghargai dan menghargai suatu keputusan, bertindak objektif, tegas, hangat dan penuh pengertian, tegas dalam proses pengambilan keputusan, menumbuhkan rasa percaya diri, rasa percaya diri pada anak, selalu mendorong anak untuk bertindak sesuai dengan kemampuannya sendiri sesuai dengan tahapan perkembangannya, mendorong anak untuk dapat memutuskan sendiri, selalu mendorong anak untuk melakukan pekerjaan dan aktivitasnya sendiri, berani mengambil keputusan dan mengambil risiko dengan keputusannya (Lee, E., Bristow, J., Faircloth, C., Macvarish, J., & Faircloth, 2014).

Tipe pola asuh demokratis dan pola asuh permisif adalah tipe pola asuh yang seringkali digunakan oleh para ibu single parent, karena kedua pola asuh tersebut dapat membuat anak menjadi seseorang yang mandiri dalam mengambil keputusan. Hal itu dikarenakan penerapan pola asuh demokratis yang menggunakan cara pengasuhan yang tegas, tetapi tidak ketat dan membuat anak terkekang.

Selain itu, orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis juga memberikan kesempatan berpendapat untuk si anak, dan membiarkan anak memilih apa yang anak paling sukai atau apa yang anak mau. Pola asuh permisif juga bisa membuat anak mandiri dalam mengambil keputusan apapun, karena cara asuh ini adalah memberikan kebebasan untuk anak melakukan aktivitas yang diinginkannya, dan sedikit mengontrol anak, dan jarang menghukum anak (Zuriati, N., & Marnelly, 2021).

Berbagai macam tipe pola asuh tentu saja memberikan dampak positif dan dampak negatif pada seorang anak baik pada perilaku maupun kognisinya. Dampak positif dari penerapan pola asuh demokratis terhadap anak yaitu anak menjadi memiliki kepribadian yang yang seimbang, berani mengambil keputusan disiplin, memiliki rasa percaya diri, kreatif, dan bahagia secara psikologis (Hendri, 2019).

Tidak hanya itu, penerapan pola asuh permisif juga dapat memberikan dampak negatif terhadap anak, yaitu seperti anak menjadi menuntut, bersifat egois, sulit beradaptasi dengan suatu lingkungan yang baru, cenderung memberontak, dan kurangnya motivasi dalam belajar. Dampak pola pengasuhan yang diterapkan kepada anak akan bertahan lama atau bahkan permanen (Uji, M., Sakamoto, A., Adachi, K., & Kitamura, 2014).

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kemandirian anak dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, termasuk pola asuh yang diterapkan oleh orang tua. Kemandirian anak dalam mengambil keputusan pun dapat dipengaruhi oleh pola asuh orang tua yang diterapkan sejak lahir. Ibu single parent cenderung menerapkan pola asuh demokratis dan permisif dalam mendidik dan mengasuh anak-anak mereka, sehingga anak mereka terbentuk menjadi pribadi yang mandiri.

Hal itu disebabkan karena pola asuh demokratis memberikan pengasuhan yang tegas, tetapi tidak mengekang anak. Begitu juga dengan pola asuh permisif yang memberikan kebebasan untuk anak melakukan aktivitas yang diinginkannya, dan sedikit mengontrol anak, serta jarang menghukum anak. Kedua pola asuh tersebut dapat meningkatkan kemandirian anak. Namun, apapun pola asuh yang diterapkan oleh orang tua terhadap anak, akan tetap memberikan dampak positif maupun dampak negatif untuk anak, baik perilaku, kognisi, perkembangan anak dll.

Oleh karena itu, pola asuh yang dilakukan oleh orang tua tunggal mempunyai dampak yang signifikan terhadap tumbuh kembang anak yang mandiri. Anak-anak dapat memandang ibu tunggal sebagai panutan yang kuat ketika mereka melihat mereka sebagai orang yang tangguh, penuh kasih sayang, dan memberikan dukungan tanpa henti. Orang tua tunggal dapat membantu anak mengembangkan kemandirian yang diperlukan untuk menghadapi berbagai kendala hidup dengan memberikan perhatian dan nasihat yang tepat.

Oleh karena itu, menciptakan suasana yang mendorong pertumbuhan dan perkembangan terbaik bagi anak-anak dari rumah tangga dengan orang tua tunggal memerlukan pengakuan dan dukungan terhadap tantangan yang dihadapi oleh ibu dengan orang tua tunggal dalam membantu anak-anak mereka menjadi mandiri.

Oleh: Azra Nurrahmah
Awardee Pertukaran Mahasiswa Merdeka Batch 3 Inbound Universitas Andalas

Pos terkait