DEPOKPOS – Radiasi adalah energi yang dipancarkan dari suatu sumber dan dapat merambat tanpa media. Dalam dunia medis, terutama di kedokteran nuklir, radiasi digunakan secara terkontrol untuk tujuan diagnosis maupun terapi. Namun, jika paparannya melebihi batas yang ditentukan, radiasi bisa berdampak buruk bagi kesehatan, seperti menimbulkan kerusakan jaringan sehingga meningkatkan risiko kanker. Karena itu, penting bagi masyarakat untuk memahami manfaat dan risiko radiasi sekaligus mengetahui bagaimana melindungi diri darinya.
Radiasi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu radiasi pengion dan radiasi non-pengion. Radiasi pengion memiliki energi cukup tinggi untuk mengionisasi atom dan berpotensi menyebabkan kerusakan sel, sedangkan non-pengion tidak memiliki kemampuan tersebut. Dalam kedokteran nuklir, jenis radiasi yang digunakan umumnya berasal dari radioisotop, yakni atom yang tidak stabil dan memancarkan radiasi selama proses peluruhan. Meskipun bermanfaat, penggunaan radiasi memerlukan sistem proteksi yang ketat. Prinsip dasar proteksi radiasi meliputi pembatasan waktu terpapar, menjaga jarak dari sumber radiasi, serta penggunaan alat pelindung diri seperti apron timbal, pelindung tiroid, dan sarung tangan khusus. Prosedur keselamatan ini diterapkan untuk melindungi pasien, tenaga medis, dan lingkungan.
Masih banyak masyarakat yang menganggap kedokteran nuklir sama seperti kemoterapi atau radioterapi. Padahal, kedokteran nuklir merupakan cabang kedokteran yang menggunakan radioisotop untuk menilai fungsi organ tubuh dan menghancurkan sel-sel penyakit secara spesifik. Terapi dengan radioisotop bersifat lebih terarah karena zat radioaktif akan langsung menuju organ atau jaringan target tanpa banyak merusak jaringan sehat di sekitarnya. Sementara itu, kemoterapi menggunakan obat-obatan kimia yang tersebar ke seluruh tubuh dan menyerang semua sel yang membelah cepat, baik sel kanker maupun sel sehat, sehingga efek sampingnya lebih luas dan sistemik. Pemahaman akan perbedaan ini sangat penting agar masyarakat tidak salah dalam menerima informasi maupun menentukan pilihan terapi.
Sosialisasi ini bertujuan untuk mengedukasi masyarakat mengenai manfaat dan risiko radiasi, serta memperjelas peran kedokteran nuklir dalam dunia medis. Kami memulai kegiatan dengan menanyakan pemahaman dasar peserta tentang radiasi. Hasilnya, mayoritas peserta masih awam, tidak tahu jenis-jenis radiasi, serta belum mengenal instansi seperti BAPETEN (Badan Pengawas Tenaga Nuklir) yang berwenang mengatur penggunaan radiasi di Indonesia. Kami juga mengenalkan profesi penting dalam bidang ini seperti Petugas Proteksi Radiasi (PPR), yang bertanggung jawab menjaga keselamatan kerja di area radiasi.
Setelah sesi penjelasan, peserta mulai menunjukkan ketertarikan dan rasa ingin tahu yang tinggi. Mereka menyadari bahwa sebelumnya banyak informasi yang keliru atau tidak lengkap mengenai kedokteran nuklir. Beberapa peserta bahkan mengaku baru tahu bahwa terapi kedokteran nuklir berbeda dari kemoterapi dan bisa menjadi alternatif yang lebih aman untuk beberapa jenis kanker. Sosialisasi ini memberikan wawasan baru yang membuat peserta lebih kritis dan bijak dalam memahami teknologi medis berbasis radiasi.
Lembar evaluasi menunjukkan bahwa sebagian besar peserta merasa sangat terbantu oleh kegiatan ini. Pengetahuan mereka meningkat, khususnya mengenai perbedaan antara radiasi pengion dan non-pengion, serta pentingnya perlindungan terhadap paparan radiasi. Peserta juga mulai memahami bagaimana proses proteksi dilakukan, baik melalui alat pelindung maupun prosedur standar keselamatan di ruang radiologi dan kedokteran nuklir. Mereka berharap agar kegiatan ini bisa terus berlanjut di masa depan dengan materi yang lebih mendalam.
Dari data yang kami ambil dari survei dan evaluasi ini adalah beberapa diagramn presentase dalam pemahaman sebelum sosialisasi dan setelah sosialisasi.

Antusiasme peserta paling tinggi muncul saat pembahasan perbedaan antara kemoterapi dan kedokteran nuklir. Dari sudut pandang orang awam, ini adalah hal baru dan penting karena selama ini informasi yang mereka dapatkan sering bercampur atau kurang tepat. Banyak yang menyatakan bahwa penjelasan tersebut membuka wawasan mereka tentang alternatif terapi kanker yang lebih spesifik dan minim efek samping. Beberapa peserta bahkan mengusulkan agar sosialisasi ini bisa dilakukan lebih luas, termasuk ke lingkungan sekolah atau komunitas, agar pemahaman masyarakat semakin merata.
Sosialisasi ini membuktikan bahwa pemahaman masyarakat mengenai radiasi dan kedokteran nuklir masih minim, namun bisa meningkat signifikan dengan pendekatan yang tepat. Proteksi radiasi adalah hal penting yang harus diketahui oleh semua pihak, baik tenaga medis maupun masyarakat umum. Kedokteran nuklir bukan hal yang perlu ditakuti, justru bisa menjadi solusi efektif dalam penanganan penyakit tertentu.
Oleh:
1. ADINDA ANGELINA NEISHA PERMATA PUTRI (413241073)
2. EMELYN JOYVANIA MARDYANTO (413241079)
3. MICHAEL TARAKA WIRYATEJA (413241110)
4. AMMARA AYESHA NAJMA NAIRA (413241097)
5. BRILLIAN NUR AIDHA (413241099)
6. DINI PRAMESTI PUTRI (413241075)
7. NURIS ADELIA TABASSAM NURUDDIN (413241066)
8. NAJMI ASIFAH SIREGAR (413241077)
9. RAYHAN MUHAMMAD RIFKY (413241076)
10. LEVINDRA YOGA RAFLESELVAN (413241061),
Mahasiswa D-4 Teknologi Radiologi Universitas Airlangga




