Pertemanan Toxic Sebabkan Kesehatan Mental yang Serius?

DEPOKPOS – Manusia sebagai makhluk sosial memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan sesama. Interaksi yang positif dapat memberikan dukungan dan pengalaman sosial yang berharga, namun tidak semua interaksi berjalan sehat. Salah satu contohnya adalah toxic friendship, yaitu hubungan yang merugikan secara emosional dan psikologis, seperti memicu stres, kecemasan, atau depresi.

Dalam lingkungan pertemanan, perilaku toxic sering kali tidak disadari oleh pelakunya, namun dapat membuat orang lain merasa tidak nyaman hingga ingin menjauh. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui tanda-tanda perilaku toxic, cara menghadapinya, serta etika yang perlu diterapkan untuk menjaga hubungan persahabatan.

Tanda-Tanda Perilaku Toxic

⦁ Manipulatif
Teman toxic seringkali bersikap manipulatif demi memenuhi keinginannya. Mereka bisa menyebarkan informasi yang salah, membolak-balikkan fakta, bahkan memposisikan dirinya sebagai korban agar mendapat simpati, padahal merekalah sumber masalahnya.

Bacaan Lainnya

⦁ Hanya Datang Saat Butuh
Hubungan pertemanan yang sehat seharusnya saling memberi dan menerima. Namun, teman toxic cenderung hanya hadir saat butuh bantuan, lalu menghilang ketika giliran kamu yang membutuhkan dukungan. Mereka kerap meminta tolong atau menyita waktumu tanpa memperhatikan kondisimu. Jika kamu terus merasa dimanfaatkan dan hubungan terasa berjalan satu arah, itu pertanda bahwa mereka bukan teman yang layak dipertahankan.

⦁ Membuat Merasa Tidak Baik Dan Meragukan Diri Sendiri
Pernahkah kamu merasa tidak cukup pintar, menarik, atau berharga setelah berbicara dengan temanmu? Jika iya, bisa jadi kamu sedang berhadapan dengan teman toxic yang perlahan merusak rasa percaya dirimu. Teman sejati seharusnya mendorongmu untuk berkembang, bukan membuatmu merasa rendah diri. Jika mereka sering mengkritik tanpa alasan yang jelas, membandingkanmu dengan orang lain, atau membuatmu merasa tidak cukup baik, ini bisa menjadi tanda bahwa hubungan tersebut tidak sehat.

Pertemanan yang terus-menerus membuatmu merasa buruk bukanlah pertemanan yang layak dipertahankan. Jangan ragu untuk menjaga jarak atau mengakhiri hubungan seperti itu. Kamu berhak mendapatkan teman yang tulus, mendukung, dan membawa kebahagiaan dalam hidupmu.

Cara Menghadapinya

Dalam hidup, pertemanan idealnya menjadi tempat kita tumbuh bersama ruang yang aman untuk saling mendukung, berbagi tawa, dan menerima satu sama lain. Namun, kenyataannya tidak semua hubungan berjalan sehat. Ada jenis pertemanan yang justru melelahkan secara emosional, membuat kita merasa tidak berharga, bahkan kehilangan jati diri. Itulah yang disebut sebagai toxic friendship pertemanan yang merugikan secara mental dan emosional.

Lantas, bagaimana kita bisa menyikapi situasi ini dengan bijak?

⦁ Mengenali Pola yang Tidak Sehat
Langkah awal yang penting adalah menyadari bahwa hubungan tersebut tidak sehat. Apakah kamu merasa lelah setiap kali berinteraksi dengannya? Apakah kamu sering merasa disalahkan atas hal-hal yang di luar kendalimu, atau merasa tidak dihargai?

Mengenali pola ini menjadi titik tolak untuk membebaskan diri dari siklus yang merugikan.

⦁ Mengakui dan Memahami Perasaan Sendiri
Perasaanmu adalah bagian penting dari proses ini. Jangan abaikan suara hati yang berkata kamu lelah atau tidak nyaman. Menghormati perasaan sendiri adalah bentuk awal dari membangun batas sehat dalam hubungan.

⦁ Menetapkan Ruang dan Batas yang Jelas
Ketimbang langsung memutus hubungan, kamu bisa mulai dengan memberi ruang. Tidak semua orang harus tahu semua hal tentang dirimu, dan tidak semua permintaan harus dituruti. Memberi jeda dalam komunikasi atau membatasi intensitas pertemuan bisa menjadi cara efektif menjaga keseimbangan.

⦁ Mengambil Jarak Bila Diperlukan
Tidak semua hubungan bisa diselamatkan—dan itu tidak apa-apa. Kadang, menjauh adalah bentuk perlindungan diri yang paling sehat. Mengambil jarak bukan berarti kamu tidak peduli, tapi kamu sedang belajar memprioritaskan kesehatan mentalmu.

⦁ Mengelilingi Diri dengan Energi Positif
Setelah keluar dari hubungan yang melelahkan, penting untuk mengisi ruang tersebut dengan orang-orang yang mendukung pertumbuhanmu. Teman yang sehat adalah mereka yang hadir tanpa tekanan, dan menerimamu tanpa syarat. Carilah orang-orang yang membuatmu merasa diterima, yang menghargai pendapatmu, dan yang bisa merayakan keberhasilanmu tanpa rasa iri. Teman yang baik adalah mereka yang mendukungmu di saat kamu jatuh, dan tetap ada meskipun kamu sedang tidak “berguna” untuk mereka.

Etika Yang Harus Diterapkan Untuk Menjaga Persahabatan

⦁ Jaga Kejujuran tanpa Menyakiti
Kejujuran adalah fondasi dari persahabatan yang sehat. Namun, penting untuk menyampaikan kebenaran dengan cara yang lembut dan tidak menyakitkan. Bersikaplah terbuka, namun tetap pertimbangkan perasaan teman Anda.

⦁ Hargai Privasi dan Batasan
Setiap orang memiliki ruang pribadi. Menghormati batasan dan tidak mencampuri urusan pribadi teman tanpa izin adalah bentuk etika dasar yang perlu dijaga dalam sebuah persahabatan.

⦁ Jangan Bergosip tentang Teman Sendiri
Membicarakan keburukan teman kepada orang lain adalah pelanggaran kepercayaan yang bisa merusak hubungan. Jika ada masalah, lebih baik dibicarakan langsung dengan yang bersangkutan.

⦁ Berbesar Hati untuk Memaafkan dan Meminta Maaf
Tidak ada persahabatan yang selalu sempurna. Ketika terjadi kesalahpahaman, bersikap rendah hati untuk meminta maaf atau memaafkan adalah tanda kedewasaan dan etika yang baik dalam menjalin hubungan.

Kesimpulan:Pertemanan merupakan bagian penting dalam kehidupan sosial manusia, namun tidak semua hubungan membawa dampak positif. Pertemanan toxic adalah jenis hubungan yang merugikan secara emosional dan mental, ditandai dengan perilaku manipulatif, memanfaatkan secara sepihak, dan merusak kepercayaan diri. Hubungan semacam ini dapat memicu stres, kecemasan, hingga depresi.

Untuk menghadapinya, penting untuk mengenali pola perilaku yang tidak sehat, memahami perasaan sendiri, menetapkan batasan, dan tidak ragu mengambil jarak demi menjaga kesehatan mental. Mengelilingi diri dengan orang-orang yang positif dan menerapkan etika dalam berhubungan, seperti jujur tanpa menyakiti, menghargai privasi, tidak bergosip, serta siap memaafkan dan meminta maaf, menjadi kunci menjaga persahabatan yang sehat dan bermakna.

Divany Prisilya
Program Studi Sarjana Akuntansi – Universitas Pamulang

Pos terkait