Pemanfaatan Pestisida Nabati yang Ramah Lingkungan untuk Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman

Pestisida nabati adalah jenis pestisida yang dihasilkan dari bahan yang berasal dari tumbuhan atau sumber organik lain yang efektif dalam mengatasi hama dan penyakit pada tanaman

DEPOKPOS – Pertanian masa kini berhadapan dengan masalah serius terkait pengendalian hama serta penyakit pada tanaman. Dalam beberapa dekade terakhir, banyak petani yang masih mengandalkan penggunaan pestisida berbasis kimia untuk menangani hama dan penyakit pada hasil pertanian mereka. Meskipun pestisida kimia dianggap praktis dan efisien, penggunaannya yang berlebihan dapat memberikan efek buruk bagi lingkungan, kesehatan manusia, dan keseimbangan ekosistem. Oleh karena itu, diperlukan alternatif lain yang lebih ramah lingkungan, salah satunya adalah penggunaan pestisida yang berasal dari tanaman.

Menurut Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan, pestisida nabati adalah jenis pestisida yang dihasilkan dari bahan yang berasal dari tumbuhan atau sumber organik lain yang efektif dalam mengatasi hama dan penyakit pada tanaman. Jenis pestisida ini dikategorikan sebagai produk alami, dan bahan-bahannya dapat dengan mudah ditemukan di sekitar kita. Di berbagai negara, terdapat lebih dari 1. 500 jenis tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan pestisida nabati ini. Sementara itu, di Indonesia, jumlah tumbuhan yang dapat digunakan untuk menghasilkan pestisida jauh lebih besar, dengan perkiraan sekitar 2. 400 jenis yang berasal dari 235 keluarga. Tumbuhan yang memiliki potensi sebagai bahan pestisida biasanya memiliki ciri-ciri seperti aroma yang kuat, rasa pahit, tidak disukai oleh serangga hama, dan memiliki kemampuan sebagai obat.

Salah satu kelebihan pada pestisida berbahan alami ialah sifatnya yang lebih aman pada manusia dan lingkungan dibandingkan dengan pestisida kimia. Yang dimana pada penggunaannya tidak meninggalkan residu yang berbahaya dan tidak mencemari lingkungan. Hal ini membantu menjaga keseimbangan ekosistem pertanian dan mengurangi risiko kerusakan pada lingkungan yang disebabkan oleh penggunaan pestisida dan ini bisa menjadi pilihan yang terbaik untuk pertanian organik serta melaksanakan pertanian berkelanjutan secara keseluruhan

Adapun tanaman lokal yang dapat dijadikan sebagai pestisida nabati yaitu mimba (Azadirachta indica), tuba (Derris elliptica), bawang putih (Allium sativum), dan sereh wangi (Cymbopogon nardus). Karena pada tanaman tersebut mengandung azadirachtin dan mengandung minyak atsir yang berfungsi sebagai antibakteri, anti jamur, penghambat pertumbuhan hama, dan sebagai penolak serangga.

Setelah mengetahui jenis tanaman lokal yang berpotensi, penting juga untuk memahami manfaat dan keunggulan dari penggunaan pestisida nabati dalam praktik pertanian. Pestisida itu memiliki beberapa manfaat dan keunggulannya loh. Antara lain dapat menciptakan kondisi yang terlindungi dari bahan kimia serta memproduksi hasil utama yang segar dan produk sampingan dari komoditas perkebunan yang sehat dan aman untuk dikonsumsi, aman bagi manusia dan hewan karena bahan aktif yang digunakan dapat terurai dengan mudah di alam (biodegradable), tidak menimbulkan residu dan aman dari pencemaran di air dan tanah, penggunaan dalam dosis tinggi pun masih relatif aman, tidak mudah menyebabkan resistensi serangga, kesehatan tanah lebih terjamin dan dapat meningkatkan kandungan organik tanah, dan yang terakhir adalah keberadaan musuh alami dapat tetap dipertahankan. Selain itu pestisida yang berasal dari tumbuhan juga bisa memberikan manfaat jangka panjang untuk tanah dan tanaman. Beberapa jenis pestisida nabati, seperti ekstrak nimba, memiliki kemampuan sebagai insektisida dan secara bersamaan berperan sebagai pupuk organik. Mereka mendukung peningkatan kesuburan tanah dan memperkuat perlindungan alami tanaman, sehingga membuat tanaman lebih kebal terhadap hama dan penyakit.

Selain memiliki manfaat dan keunggulan, pestisida nabati juga memiliki tantangan tersendirinya juga. Adapun tantangannya itu ialah efektivitas kerja yang relatif rendah karena efektivitas kerja yang lama banyak petani yang masih ragu menggunakannya, stabilitas dan daya simpan yang rendah yang disebabkan karena senyawa pada pestisida nabati umumnya mudah rusak sehingga harus segera digunakan setelah pembuatan dan yang terakhir yaitu kurangnya pengetahuan pada petani yang dimana membuat petani masih bingung bagaimana cara membuat serta mengaplikasikan pestisida nabati ini secara tepat.

Meskipun memiliki tantangan, ada juga loh solusi untuk menghadapi tantangan itu tersendiri. Diantara lain yaitu dukungan dari berbagai pihak pemerintah daerah bersama lembaga swadaya masyarakat dapat mengadakan pelatihan rutin bagi petani, misalnya pelatihan fermentasi bawang putih sebagai pestisida alami. Di sisi lain, lembaga penelitian seperti Balitbangtan perlu mengembangkan formulasi pestisida nabati yang lebih stabil dan mudah digunakan. Pemerintah juga diharapkan menetapkan kebijakan pembatasan pestisida kimia serta memberikan subsidi bahan baku pestisida nabati. Selain itu, kelompok tani dapat membentuk unit produksi pestisida alami skala kecil dengan memanfaatkan tanaman lokal, sehingga pemanfaatan pestisida nabati menjadi lebih terjangkau dan berkelanjutan.

Pestisida alami mampu membunuh atau menghambat serangan hama dan penyakit dengan cara yang khas, baik melalui kombinasi berbagai metode maupun dengan metode tunggal. Adapun cara kerja pestisida nabati yaitu dengan memblokir kemampuan makan serangga, mengurangi nafsu makan, mengganggu komunikasi serangga, menghambat reproduksi serangga betina, dan mengganggu komunikasi serangga.

Selain berfungsi sebagai pengendali hama, pestisida yang terbuat dari bahan alami juga bisa digunakan untuk mengatasi berbagai penyakit pada tanaman yang disebabkan oleh bakteri dan jamur, termasuk penyakit pembusukan pada buah kakao, bercak pada daun, dan bulai pada jagung. Penyemprotan dilakukan secara menyeluruh pada permukaan tanaman dengan takaran 250 mL yang dicampurkan ke dalam satu tangki yang berisi 10 liter air.

Untuk mengatasi penyakit yang muncul di area pangkal batang atau di dalam tanah, larutan pestisida berbahan nabati dapat diterapkan dengan cara disiram atau disemprot pada bagian bawah tanaman. Beberapa jenis penyakit yang dapat ditangani di dalam tanah meliputi penyakit layu pada tomat, cabai, terong, serta penyakit pembusukan pada pangkal batang lada.

Jika dilihat dari cara kerjanya, pestisida nabati juga memiliki sifat tersendirinya. Diantara lain yaitu pestisida yang bersifat sebagai insektisida nabati merupakan setiap bahan kimia (metabolit sekunder) yang dihasilkan oleh tanaman dan memiliki kemampuan untuk mempengaruhi serangga hama secara fisiologis atau perilaku. Bahan ini memenuhi kriteria untuk digunakan dalam pengendalian hama. Di sisi lain, fungisida nabati adalah jenis pestisida alami yang berasal dari tanaman yang berfungsi untuk melindungi tanaman dari serangan jamur. Fungisida ini menggunakan senyawa kimia atau metabolit sekunder pada tanaman yang memiliki sifat antifungsi atau antibiotik untuk mengatasi pertumbuhan jamur patogen.

Penggunaan pestisida nabati sangat penting dalam rangka menciptakan sistem pertanian berkelanjutan. Pestisida nabati lebih ramah lingkungan, tidak meninggalkan residu berbahaya, serta lebih aman bagi petani dan konsumen. Selain itu, pestisida alami ini tidak menimbulkan resistensi pada hama seperti halnya pestisida kimia.

Pemanfaatan pestisida yang berasal dari tumbuhan adalah langkah penting untuk menciptakan sistem agrikultur yang sehat, aman, dan berkelanjutan. Pestisida yang berbasis tanaman memberikan alternatif yang tidak berdampak buruk pada lingkungan, aman untuk manusia dan hewan, serta mendukung kegiatan pertanian organik. Meskipun masih menghadapi sejumlah tantangan, ada potensi besar untuk pengembangan pestisida nabati jika didukung oleh penelitian yang cukup, kebijakan yang sesuai, dan kesadaran semua pihak. Dengan pendekatan yang menyeluruh, pestisida nabati dapat menjadi fondasi utama dalam perubahan pertanian menuju masa depan yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Zhahirah Afifah
Mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Pos terkait