Kekerasan Seksual pada Anak Di Era Digital, Ancaman dan Peran Orangtua

DEPOKPOS – Anak adalah anugerah dari tuhan yang patut dijaga dan dilindungi. Namun di era digital dan akses internet seperti saat ini, tak ada yang menduga bahwa kemudahan akses informasi juga membawa ancaman baru terutama bagi anak-anak. Salah satu ancaman itu adalah kekerasan seksual yang marak terjadi di ruang digital.

Sebagai seorang mahasiswa dan generasi yang tumbuh bersama ruang internet, saya melihat bahwa kejahatan seksual berbasis daring rentan terjadi pada anak-anak. Sayangnya, tidak semua orangtua menyadari bahwa ancaman ini nyata, bahkan bisa terjadi ketika seorang anak hanya terlihat “diam di kamar” bersama ponselnya.

Kekerasan Seksual Tak Lagi Butuh Kontak Fisik

Kita seringkali beranggapan kekerasan seksual hanya terjadi ketika seseorang melakukan kontak fisik, namun pada nyatanya di era digital saat ini kekerasan seksual tak hanya terjadi melalui kontak fisik. Cukup melalui layar ponsel, seorang anak dapat menjadi korban. Pelaku biasanya menggunakan media sosial untuk merayu, mengancam, atau bahkan mengeksploitasi anak-anak melalui pesan pribadi, konten digital, atau vidio call.

Menurut laporan Koranjuri.com pada awal tahun 2025, Polda Metro Jaya berhasil mengungkap kasus penjualan konten video pornografi anak secara online melalui aplikasi Telegram. Pelaku berinisial RYS (29) berhasil menjual 689 konten sebelum ditangkap. Bahkan data dari Komnas perempuan menunjukan bahwa kekerasan berbasis gender di ruang online meninggkat tajam dari tahun ke tahun.

Mengapa Anak Rentan Menjadi Korban?

Kemajuan teknologi dan informasi membawa dampak yang signifikan bagi kehidupan manusia, terutama anak-anak. Mudah nya akses internet dan paparan konten seksual sejak dini mempengaruhi perkembangan mental dan cara pikir mereka. Saya percaya bahwa salah satu mengapa anak-anak menjadi sasaran empuk pelaku adalah kurangnya literasi digital dan edukasi seksual sejak dini. Anak-anak tidak dibekali informasi batasan privasi tubuh, tidak paham bagaimana mengenali tanda-tanda pelecehan dan tidak memiliki ruang untuk bercerita. Banyak diantara mereka merasa tidak aman untuk bercerita, malu, takut dihakimi, dan merasa bahwa mereka telah “kotor”.

Selain itu masih banyak pula orangtua yang berpikir bahwa selama anak hanya bermain “dirumah” itu aman. Namun pada kenyataannya dibalik pintu kamar, ketika mereka bermain ponsel akses menuju dunia luar terbuka lebar melalui internet dimana tak semua berdampak positif.

Orangtua Harus Hadir, Bukan Hanya Sekedar Mengawasi

“Jangan bicara dengan orang asing” kalimat ini mungkin tidak terdengar asing lagi, nasihat yang selalu disampaikan orangtua kepada setiap anak nya. Akan tetapi kini orang asing dapt muncul dengan berbagai bentuk avatar lucu, karakter kesukaan, dengan kata-kata manis di kolam komentar. Disinilah peran orangtua dibutuhkan. Bukan hanya sebagai pengawas, orangtua harus turut hadir sebagai teman bercerita yang bisa dipercaya anak kapan saja.

Beberapa cara dapat dilakukan oleh orangtua dalam mencegah kekerasan seksual terhadap anak seperti :

Ingatkan Pentingnya Privasi

Selalu ajarkan kepada anak betapa pentingnya area sensitif kemaluan, payudara, dll untuk tidak dilihat oleh orang asing. Jika anak mengalami bentuk pelecehan seksual berikan ruang komunikasi yang aman agar anak dapat bercerita tanpa rasa takut dan malu.

Bangun Komunikasi dengan Anak

Membangun komunikasi dengan anak mampu mencegah anak dari kekerasan seksual. Tanyakan keseharian anak selepas pulang sekolah ataupun bermain. Selalu pantau aktivitas media sosial anak dengan menanyakan apa saja yang mereka lakukan ketika online, adakah yang membuat mereka merasa senang, kesal atau marah, dan luangkan waktu untuk online bersama anak sekedar melihat vidio hiburan atau info edukatif.

Batasi Penggunaan Media Sosial Anak

Sebelum memberikan anak media sosial, buatlah perjanjian untuk membatasi aktivitas anak. Semisal tidak online di waktu tidur (9pm), dikarenakan algoritma pada jam tersebut sangat rawan dengan konten berbau 18+

Laporkan Kasus Kekerasan Seksual

Apabila orangtua mengetahui anak mengalami kekerasan seksual, jangan diam laporkan segera kepada pihak berwajib agar anak mendapat perlindungan dan keadilan. Orangtua dapat menghubungi pihak layanan seperti :

– Call Center SAPA 129 – Layanan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPA)
– Komnas Perempuan – Lembaga yang melayani kasus kekerasan berbasis gender serta memberikan pendampingan kepada korban
– Komnas HAM
– Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) – Memberikan perlindungan kepada saksi dan korban
– Kantor Polisi Terdekat
– Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A)
– Unit Pelaksanaan Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA)

Saya percaya bahwa teknologi adalah alat. Ia bisa menjadi sumber yang bermanfaat, namun juga bisa menjadi bencana ketika disalahgunakan. Dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak, yang kita butuhkan bukan hanya perangkat hukum, tapi juga kesadaran kolektif. Dan yang paling utama: keterlibatan aktif orangtua.

Sebagai bagian dari masyarakat yang melek digital, mari kita tidak menutup mata. Mari dampingi anak-anak kita bukan hanya secara fisik, tapi juga secara digital. Mari bantu mereka tumbuh sebagai generasi yang tidak hanya cerdas, tapi juga aman dan terlindungi.

Nabilla Apriecesha
Prodi Akuntansi Universitas Pamulang

Pos terkait