DEPOKPOS – Masyarakat Indonesia menghadapi berbagai masalah sosial dan humaniora yang semakin kompleks di tengah pesatnya globalisasi dan kemajuan teknologi. Meningkatnya insiden kekerasan berbasis gender—terutama yang terjadi di dunia digital—adalah salah satu masalah yang menjadi perhatian belakangan ini. Media sosial dan platform online telah berkembang dengan banyak manfaat, tetapi mereka juga menjadi alat baru untuk kekerasan verbal, pelecehan seksual, dan ancaman terhadap kelompok rentan, terutama perempuan dan anak-anak.
Fenomena kekerasan ini tidak hanya bertentangan dengan hukum, tetapi juga melanggar norma sosial dan nilai budaya yang terus mendukung patriarki. Banyak korban memilih untuk tidak mengatakan apa-apa karena mereka khawatir akan stigmatisasi, tidak mendapat dukungan, atau bahkan merasa disalahkan. Situasi ini menunjukkan bahwa humaniora harus lebih inklusif dengan meningkatkan kesadaran kolektif tentang pentingnya menghargai hak asasi manusia, kesetaraan gender, dan empati.
Kesehatan mental juga merupakan masalah penting yang semakin mendapat perhatian di kalangan generasi muda. Tekanan akademik, tuntutan sosial, dan paparan terus-menerus pada konten digital adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan kondisi psikologis yang berisiko. Ironisnya, masyarakat masih kurang menyadari pentingnya kesehatan mental dan tidak cukup layanan psikologis yang tersedia secara ekonomi dan lokasi. Banyak orang yang mengalami gangguan mental terpinggirkan atau mendapatkan perlakuan yang tidak adil.
Selain itu, kemiskinan struktural masih merupakan masalah sosial yang terus-menerus. Mobilitas sosial bagi kelompok marginal sangat terbatas karena ketidaksamaan dalam akses ke pendidikan dan pekerjaan. Meskipun pemerintah telah meluncurkan berbagai program bantuan sosial, program-program tersebut seringkali tidak memiliki dampak yang signifikan karena ketidaktepatan sasaran dan komplikasi birokrasi. Pemberdayaan masyarakat memerlukan peningkatan kapasitas dan literasi.
Sebaliknya, masyarakat menghadapi kesulitan untuk mempertahankan keberagaman dan toleransi. Meningkatnya ujaran kebencian, polarisasi politik, dan isu-isu keagamaan yang dieksploitasi oleh kelompok tertentu menempatkan kohesi sosial dalam bahaya yang signifikan. Penguatan nilai-nilai Pancasila dan pendidikan multikultural sangat penting untuk menjaga keseimbangan di tengah keberagaman yang ada.
Selain itu, masalah pengabaian kaum lanjut mulai muncul. Banyak orang lanjut usia hidup sendiri tanpa dukungan keluarga atau lingkungan sosial yang tepat. Di kota-kota besar, urbanisasi membuat anak-anak muda meninggalkan orang tua demi pekerjaan, sementara kurangnya fasilitas publik untuk orang tua. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan sosial yang lebih ramah lansia harus dibuat, yang memberikan dukungan kesehatan, kesejahteraan, dan ruang untuk partisipasi aktif.
Untuk menangani semua masalah ini, pemerintah, akademisi, organisasi masyarakat sipil, dan komunitas lokal harus bekerja sama lintas sektor. Tidak mungkin untuk menyelesaikan masalah sosial dan humaniora hanya dengan cara-cara teknokratis; lebih baik melakukannya dari sudut pandang manusiawi, yang mengutamakan hak dan martabat setiap orang. Sebuah masyarakat yang adil, sejahtera, dan beradab hanya dapat terwujud jika setiap warga negara berpartisipasi secara aktif dalam menyelesaikan masalah yang melibatkan mereka sendiri.
Universitas Pamulang
Rizki Anugrah Pratama
241011200758
