DEPOKPOS – Seperti yang kita ketahui di era digital saat ini, judi online menjadi salah satu ancaman yang nyata yang mengintai dari berbgai lapisan masyarakat. Meskipun sering dibungkus dengan tampilan yang menarik dan janji keuntungan instan, praktik ini menyimpan bahaya besar.
Judi online bukan sekadar hiburan, melainkan kegiatan adiktif yang berdampak luas—baik secara psikologis, finansial, maupun sosial. Kecanduan dan kerugian yang ditimbulkannya telah terbukti merusak kehidupan individu serta memperburuk kondisi sosial Masyarakat.
Salah satu dampak utama dari judi online adalah kecanduan. Dalam banyak kasus, pemain tidak mampu menghentikan kebiasaan berjudi meski sadar telah
mengalami kerugian. Para pelaku sering kali terus berjudi meskipun sadar mereka mengalami kekalahan, bahkan kehilangan banyak hal dalam hidupnya. Rasa penasaran untuk “balik modal” mendorong mereka terus bermain, menciptakan siklus yang tak berujung antara harapan palsu dan kekalahan nyata. Yang awalnya sekadar iseng, berkembang menjadi kebutuhan, lalu berubah menjadi kecanduan.
Menurut peneliti neuropsikologi, judi dapat mengaktifkan sistem penghargaan otak yang sama seperti zat adiktif seperti narkoba, karena adanya pelepasan dopamin ketika menang . Hal inilah yang menyebabkan pemain terus mengejar “kemenangan semu”, sekalipun kekalahan lebih sering mereka alami. Kebiasaan ini lama-lama menjadi kebutuhan psikologis, lalu berkembang menjadi kecanduan yang memengaruhi cara berpikir dan mengambil keputusan.
Tak hanya dari sisi mental, kerugian finansial akibat judi online pun sangat nyata dan meluas. Berdasarkan laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), perputaran dana dari aktivitas judi online di Indonesia mencapai Rp100 triliun dalam tiga bulan pertama tahun 2024 saja . Banyak individu yang terpaksa menjual aset pribadi, meminjam uang dari pinjaman online, hingga melakukan tindak kriminal demi mempertahankan kebiasaan berjudi. Janji kekayaan yang ditawarkan justru membawa kehancuran finansial yang berkepanjangan.
Dampak tersebut turut menyeret aspek sosial dan keluarga. Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) mencatat bahwa sekitar 8,8 juta warga Indonesia terjerat judi online hingga pertengahan tahun 2024, dengan sebagian besar berasal dari kelompok ekonomi rentan .
Tak sedikit kasus perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, hingga gangguan hubungan antaranggota keluarga yang disebabkan oleh tekanan ekonomi dan kecanduan judi. Dalam banyak kasus, keluarga menjadi korban kedua dari perilaku berjudi seseorang.
Tak berhenti di situ, dampak kesehatan mental seperti stres berat, kecemasan kronis, hingga depresi juga menjadi konsekuensi dari kecanduan judi online.
Tekanan akibat utang, rasa bersalah, dan putus asa sering kali mendorong korban ke kondisi mental yang memburuk, bahkan hingga ke titik mencoba bunuh diri.
Secara lebih luas, judi online memberikan dampak pada stabilitas ekonomi nasional. Dana masyarakat yang seharusnya dialirkan ke sektor produktif justru tersedot ke bandar-bandar judi luar negeri. Ini memperlemah daya beli, menurunkan produktivitas, dan menghambat pertumbuhan ekonomi jangka Panjang.
Fenomena ini bukan hanya menjadi masalah pribadi, tapi juga sosial. Keluarga ikut terdampak, hubungan rusak, dan kepercayaan hancur. Anak muda, yang menjadi pengguna internet paling aktif, termasuk kelompok yang paling rentan terjerumus. Ketika akses informasi dan edukasi tidak seimbang dengan kontrol diri, jebakan judi online menjadi sangat mudah untuk dijatuhkan.
Sudah saatnya masyarakat menyadari bahwa judi online bukanlah hiburan, melainkan ancaman. Diperlukan kesadaran kolektif, edukasi digital, serta pengawasan dari keluarga dan lembaga yang berwenang. Karena sekali seseorang tenggelam dalam kecanduan dan kerugian, jalan untuk keluar tidaklah mudah— dan sering kali penuh luka yang tak kasat mata.
Lidya Mausidah
Prodi Sarjana Akuntansi Universitas-Pamulang
