Bukit Cinta dan Sinyal yang Hilang: Gambaran Kesenjangan Digital di Kecamatan Mutis

DEPOKPOS – Di tengah perkembangan digital yang cepat di kota-kota besar, beberapa wilayah di Indonesia masih berjuang hanya untuk terhubung dengan internet. Salah satunya adalah Kecamatan Mutis, yang berada di Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Di kawasan ini, akses internet bukanlah sesuatu yang mudah. Bahkan, untuk sekadar mendapatkan sinyal, penduduk harus bersedia mendaki bukit.

Salah satu lokasi yang dikenal di kalangan masyarakat Mutis adalah “Bukit Cinta” yang terletak di Desa Tasinifu. Bukan karena keindahannya yang romantis, tetapi karena di tempat itulah satu-satunya sinyal dapat ditemukan. Penduduk, termasuk anggota tentara perbatasan, sering kali mendaki bukit tersebut hanya untuk mengirim pesan, menelepon keluarga, atau menggunakan aplikasi sederhana. Ironisnya, lokasi yang seharusnya menjadi simbol “koneksi” ini justru menggambarkan ketidaktersambungan yang lebih besar: ketidaktersambungan digital.

Di desa lain seperti Noelelo, menara BTS telah didirikan sejak April 2025. Namun, hingga kini, sinyal 4G yang dijanjikan masih belum aktif. Warga sempat merasakan adanya sinyal yang lemah, tetapi kemudian menghilang sama sekali. Kepala desa setempat bahkan mengungkapkan bahwa warga harus pergi ke kantor kecamatan demi bisa berkomunikasi.

Padahal, menurut data dari Kementerian Komunikasi dan Digital, cakupan layanan 4G di Provinsi NTT sudah mencapai 98,59 persen. Namun, angka ini tidak selalu mencerminkan kualitas dan pemerataan layanan. Di banyak tempat, seperti di Mutis, menara BTS hanya berdiri sebagai simbol janji yang tidak berfungsi. Infrastruktur dibangun, tetapi tidak diimbangi dengan pengembangan sistem atau penyambungan jaringan serat optik.

Akibat dari kurangnya akses internet ini sangat berpengaruh. Anak-anak yang bersekolah mengalami kesulitan dalam mengakses materi pembelajaran daring. Pelaku usaha kecil dan menengah tidak bisa mengembangkan pasar melalui media sosial atau platform digital. Selain itu, layanan kesehatan berbasis aplikasi juga tidak dapat diakses. Sementara itu, internet bukan sekadar sarana hiburan, tetapi juga penting untuk pendidikan, ekonomi, dan kesejahteraan.

Masyarakat Mutis tidak memohon kemewahan. Mereka hanya menginginkan hak yang sama untuk terhubung, untuk belajar, bekerja, dan berkomunikasi tanpa tergantung pada cuaca atau harus mendaki bukit. Internet seharusnya menjadi jembatan, bukan pemisah.

Pemerintah pusat dan daerah harus segera memastikan bahwa pembangunan infrastruktur digital dapat diselesaikan dengan baik. Menara BTS yang sudah ada harus dioperasikan. Jaringan serat optik harus diperluas hingga menjangkau daerah seperti Mutis. Tanpa itu, kita akan menciptakan dua Indonesia: satu yang terhubung dan maju, dan satu lagi yang tertinggal dan terputus.

Bukit Cinta di Mutis seharusnya menjadi tempat untuk bersantai dan menikmati alam, bukan hanya menjadi satu-satunya lokasi yang menyediakan sinyal bagi warga untuk terhubung dengan dunia. Karena pada dasarnya, setiap warga negara, di mana saja mereka berada, berhak untuk terkoneksi.

Sabina Kebo 
Mahasiswa PGSD 

Pos terkait