DEPOKPOS – Di dunia yang serba cepat dan praktis saat ini. Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi mengajak siswa untuk berjalan kaki ke sekolah. Imbauan ini memang terdengar sederhana, namun menyimpan pesan penting yang layak untuk kita renungkan bersama.
Saat ini, banyak siswa menempuh jarak ratusan meter ke sekolah dengan motor, ojek daring, bahkan mobil pribadi. Padahal, berjalan kaki ke sekolah bukan hanya upaya untuk menjaga kebugaran fisik. Aktivitas ini juga menanamkan kedisiplinan, kemandirian, dan tanggung jawab.
Gubernur Dedi Mulyadi mencontohkan siswa SMP Negeri 1 Panawangan, Kabupaten Ciamis, yang viral karena berjalan kaki pulang sekolah. Ia juga menyarankan agar siswa yang jaraknya jauh dan tidak memungkinkan berjalan kaki, bisa diantar menggunakaan kendaraan, lalu melanjutkan dengan berjalan kaki sejauh 200 meter terakhir. Cara ini dapat menyehatkan badan dan membentuk karakter mandiri sejak dini.
Bayangkan jika siswa terbiasa berjalan kaki ke sekolah. Siswa memiliki kesempatan untuk menyapa tetangga, memperhatikan lingkungan sekitar, dan berinteraksi dengan teman-teman. Di sinilah pendidikan sosial dan emosional terjadi secara alami. Bukan hanya kecerdasan akademik yang tumbuh, tetapi juga empati dan daya tahan diri.
Namun, perlu kita akui bahwa tidak semua siswa memiliki akses yang aman dan dekat ke sekolah. Maka dari itu, ajakan ini bisa dijadikan simbol: bahwa pendidikan bukan hanya soal fasilitas mewah atau teknologi baru. Nilai-nilai besar justru bisa tumbuh dari aktivitas sederhana yang dilakukan secara konsisten.
Pemerintah daerah, sekolah, dan masyarakat harus bergotong royong agar budaya berjalan kaki dapat dibentuk. Mulai dari memperluas fasilitas pejalan kaki, mengatur ulang zonasi sekolah, mengadakan program “jalan pagi ke sekolah”, hingga melibatkan komunitas lokal sebagai pendamping anak-anak di jalan. Dari langkah kecil yang tepat, perubahasan besar bisa dimulai.
Sebagai bagian dari masyarakat yang peduli terhadap pendidikan dan masa depan generasi muda, saya mendukung ajakan seperti ini selama dibarengi dengan kebijakan yang realistis, aman, dan inklusif.
Sudah saatnya kita dukung gerakan ini sebagai budaya baru di sekolah kita. Mulailah dari rumah, dari lingkungan sekitar, dan dari langkah kecil yang dilakukan setiap hari-karena perubahan besar dapat dimulai dari tindakan sederhana yang dilakukan secara konsisten.
Nadine Nuradhani Putri
Universitas Pamulang
